RSS

Cerita Tentang Kota Ini

Tujuh belas bulan lebih dua belas hari bertahan dan nggak cukup buat saya beradaptasi dengan cuaca yang nggak biasa dari tempat tinggal sebelumnya, curah hujan yang lebih rendah, karena setiap musim hujan bisa dihitung oleh jari dan hanya berdurasi nggak pernah lebih dari dua jam lamanya, tiba-tiba panas ekstrim, tiba-tiba hujan sebentar, tiba-tiba muncul lagi matahari.
Meskipun terbilang KOTA air ledeng sering kotor dan mati seharian bahkan pernah sampai 2 hari nggak mengalir.
Saya nggak bersyukur?
Alhamdulillah lebih banyak cerita positif daripada negatifnya
Tapi ternyata daya tahan tubuh saya memang segini minimalnya
Tidakkah tujuh belas bulan lebih dua belas hari lamanya saya lepas dari kata Manja?
Tahukan gimana rasanya sakit di tempat orang?
Bukan nggak ada yang perhatian, luar biasa punya teman satu mess yang langsung peka, rasa enggan dan nggak enak nanti ngerepotin terkadang sering mengalahkan segalanya
Sudah berapa kali meet up sama dokter, sudah berapa jenis obat masuk ke tubuh, sudah berapa jenis vitamin yang saya telan. Semua itu ternyata tidak bisa mengalahkan penyakit yang sering rutin datang, jika penyakit hati masih belum bisa di sembuhkan.
Pola makan sudah teratur tapi jenis makanannya yang kurang di perhatilan.
Pola tidur berkualitas juga mempengaruhi, karena saya termasuk manusia yang susah untuk tidur dan susah untuk bangun tentunya
Suhu udara mess yang nggak pernah rendah memaksa tubuh kecanduan dengan kipas angin alhasil punggung belang tiap minggu.
Maafkan saya Tuhan kadang memang sekelebat rasa kurang bersyukur datang ketika tubuh tidak bisa diajak kerjasama.
Ini murni kesalahan saya yang tak pernah peka sama diri sendiri.
Semoga pelajaran ini murni karena memang daya tahan tubuh saya kurang maksimal jika memang karena saya kurang bersyukur semoga Engkau senantiasa selalu memanfaatka hambaMu yang kurang tahu diri ini Ya Rabb...

Gresik, 17 November 2015

Senja Pratiwi

 
  “Kamu bagai senja, memberi sedikit keindahan pada pengharapan yang selalu aku banggakan. Kamu layaknya matahari pagi, memberiku semangat untuk tetap yakin pada apa yang aku perjuangkan. Namun, pengharapan yang kubanggakan hanya menjadi awan hitam di langit malammu. Menjelaga. Aku terima, jika memang kamu bahagia dengan bintang dan kesunyian malam.”

Salahkah Jika Aku DIAM ?

          Mungkin aku adalah salah satu manusia yang tidak bisa berdiam diri ketika melihat sesuatu yang tak biasa bagi penglihatanku. Mungkin aku juga adalah salah satu manusia yang tidak bisa menyembunyikan perasaan ketika sedang bahagia, sedih, kecewa bahkan marah sekalipun. Aku termasuk manusia yang tempramen jika mendapati sesuatu yang tidak bisa aku terima. Aku akan merasa lebih baik ketika semua masalah yang menimpaku kubagikan kepada orang-orang disekitarku, entah meluapkan emosiku yang meledak atau berceloteh tanpa henti.
Tidak ada teman dan orang di sekeliling yang mengenaliku sebagai perempuan yang pendiam dan tak banyak bicara. Semua menilaiku sebagai perempuan yang "tidak bisa diam".

Perahu Kecil

Mengapa kita tak pernah berada di dunia yang sama
Berada di bantaran dalam satu sungai yang sama
Tanpa ada anak sungai lain mengaliri mengotori setiap warna sungai kita
Kamu selalu menganggap aku mengalir di anak sungai yang beda 


Kamu menganggap aku seperti tak pernah berdayung menuju ke hilir dimana kamu bersigap menatap langit dan berharap aku segara berlabuh
Sedangkan aku tahu kapan aku mendayung dan kapan aku harus berhenti
Kapan aku harus membenarkan posisi agar perahu kecil ini tak bergoyang dan menjatuhkanku ke kedalaman sungai yang entah seberapa dalam 

Kamu tahu?
Mungkin berjuta-juta partikel mengalir dengan bening dari mata air yang begitu suci
Tapi kebeningan itu akan sirna ketika kita mengalir ke hilir yang salah
bahkan setiba di ujung hilir
kamu seharusnya tahu akan ada samudera yang akan menyambutmu dengan ombak yang silih berganti menghentak
Membuatmu terombang ambing jika kamu berada dalam botol kosong dengan tutup yang begitu rapat
Seharusnya kamu mengerti langkah demi langkah yang sedang aku jajaki
dayung demi dayung yang aku gerakan perlahan
Agar sepotong kayu yang semakin rapuh ini tidak akan menjadi bongkahan bongkahan kayu yang tak berarti jika aku mematahkannya di waktu yang tidak tepat
Sebaiknya kamu berbalik badan
Berhenti menunggu di dermaga ketidakpastian
Lebih baik kamu berbalik badan pergilah menuju karang terjal yang sedang bermain dengan hentakan ombak
dan menelusuri filosofi yang terkandung diantara mereka berdua