“Dharma..
Dharma.. tolongin aku.. aku mau kamu cari buku itu sampai dapat...”
Suara samar terdengar saat pelajaran sedang berlangsung, membuat
punggung leherku terasa dingin. Kulihat bulu-bulu di tanganku mulai
berdiri. Kuedarkan pandanganku di dalam ruangan kelas, semua siswa
sedang berusaha konsentrasi mengerjakan tugas dari guru. Aku lihat
Indra dan Dennis sedang diskusi.
“Dhar,
kenapa lo? Tanya Fare yang menyadariku terlihat gelisah. Aku hanya
menggeleng menjawabnya. Sekilas seperti seorang perempuan melintas di
depan pintu kelas yang sedikit terbuka. Napasku mulai terengah.
“Ahh..!!”
Aku teriak terkejut melihat ada seseorang duduk dilantai dekat meja
guru dengan melipat lututnya.
“Dharma!
Ada apa?” Teriak Bu Elis menyadarkanku.
“Nggak
ada apa-apa, Bu”
“Ibu
lihat dari tadi kamu gelisah dan tidak konsentrasi mengikuti kelas,
kamu sakit?”
“Sakit
hati kali bu” Teriak Difin membuat seisi kelas tertawa. Aku geram
menatapnya. Akhir-akhir ini aku sering mengalami kejadian aneh. Mimpi
buruk. Bahkan selalu dihantui bayangan-bayangan yang tidak jelas asal
usulnya. Kadang aku tidak tidur semalaman. Lebih sering aku tidur
diperpustakaan saat istirahat hingga Indra dan teman-teman lainnya
membangunkan karena mendapatiku tidak ada di kelas.
^^^
Pelajaran
bahasa Indonesia telah usai, aku memutuskan untuk pergi ke
perpustakan. Sebenarnya tidak ada satupun buku yang ingin aku baca,
namun hati yang menuntunku ke tempat ini. Tempat yang dulu pernah
mengajarkanku tentang kasih sayang, bahagia dan ketulusan sebagai
seorang manusia sejati. Dulu tempat ini jadi saksi dua pasang tangan
mengenggam satu buku, dua pasang bola mata memandang satu arah
membaca tiap sabda yang tertulis. Dua hati berpadu menjalin dalam
ketulusan, sebagai SAHABAT! Tempat ini menyajikan
ketenangan,
ribuan kehangatan mata dalam keagungan.
Bosan!
Aku tak mungkin hanya berdiam diri, tempat ini bukan tempat untuk
menyesali keadaan yang sudah tidak mungkin kita ulang kembali.
Akhirnya aku memutuskan untuk berdiri menelusuri setiap rak, setiap
susunan buku yang tak ada satupun menarik untuk aku baca. Sampai pada
satu rak aku menemukan buku yang dulu pernah kami
baca bersama. Aku mengambil buku itu namun seseorang dari balik rak
juga menarik buku yang sama. Lalu kubiarkan buku itu diambilnya. Aku
mengalah. Mungkin orang itu belum pernah membacanya. Aku alihkan
pandanganku kembali pada satu per satu buku yang mungkin bisa
menenangkan pikiranku. Tiba tiba saja kembali pandanganku tertuju
pada perempuan di balik rak yang tadi mengambil buku itu. Aku tak
percaya dengan apa yang aku lihat.
DIA!
Dia ada disini! Setengah berlari aku menuju kearah perempuan itu.
"Via!"
Teriakku membuat seisi perpustakaan menoleh ke arahku.
"Ada
apa Dharma?" Tanya penjaga perpustakaan menghampiriku.
"Nggak
ada apa-apa, Bu" kataku lemas.
"Lain
kali kalau di perpustakaan jangan berisik!"
"Iya,
Bu" Kataku kemudian kembali mencari perempuan yang tadi aku
lihat. Dengan perlahan aku kembali menelusuri rak-rak buku namun
hasilnya nihil, tidak ada satupun perempuan di perpustakaan kecuali
si penjaga saat ini.
Aku
keluar dari perpustakaan dengan langkah gontai. Ada apa denganku hari
ini, mengapa semua perasaanku selalu tertuju pada ruangan ini. Siapa
yang tadi aku lihat?
"Dhar!
Lo kenapa?" Seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh namun diam
tak menjawab.
"Udah
deh nggak usah menyiksa diri lo sendiri, gue tahu lo lagi kangen kan
sama Via makanya lo datang kesini?" Tanya Indra seolah
pertanyaan itu justru membuatku semakin sulit bernapas.
"Nggak
tahu Ndra, tiba-tiba hati gue menuntun ke tempat ini. Dan lo tahu
nggak? Tadi gue lihat ada Via disana. Dia ambil buku yang gue ambil
juga di balik rak!" Jelasku yakin.
"Ah
nggak mungkin! itu halusinasi lo aja kali, kan gue udah pernah bilang
kalau lo kepikiran dia terus, dia nggak akan hilang dari pikiran lo!
alhasil apa? lo berhalusinasi terus kan?" Tanya Indra.
Keheningan beberapa detik terjadi. Aku tahu mungkin Indra sudah bosan
melihatku terus seperti ini. Ini bukan kali pertamanya Indra
menasehatiku namun keadaan masih saja tak berubah.
"Gue
harus cari buku itu, Ndra!"
"Buku
yang mana lagi sih? Petugas perpustakaan, Kepala Sekolah sampe
guru-guru dan semua siswa udah cari buku itu Dhar. Mau nyari kemana
lagi? Nggak ada yang bisa nemuin buku itu!" teriak Indra
setengah sadar bahwa kami sedang berada di depan perpustakaan.
"Mereka
udah nggak ada yang percaya lagi soal cerita tahayul lo itu"
"Lo
ikut gue sekarang!" Tandasnya menarik lenganku menuju ke ruangan
kelas yang tidak jauh dari perpustakaan.
"Ada
apa? Kenapa muka kalian langsung kaget gitu?" Tanya Indra begitu
sampai di kelas melihat Dennis, Fare dan Difin seperti sedang
membicarakan hal yang serius.
"Gue
punya sesuatu yang bakalan gue tunjukin sama lo Dhar! Sini deh!"
Ajak Fare menghampiriku.
"Apa?"
"Gue
nemu ini di blognya Via, mungkin bisa bantu lo buat jadi petunjuk"
Kata Dennis memperlihatkan tabletnya.
"Apa
ini?"
"Lo
buka sendiri deh! Kita dari tadi nggak ada yang berani buka. Itu
kayanya link video gitu.
Anak-anak
pada ngomongin soal video itu di Twitter, Path, sampe ada yang BC
soal video itu, Dhar!" Jelas Difin serius.
“Setelah
mereka menonton video itu ada beberapa yang mengalami kejadian aneh,
katanya setiap ngeplay
lagu yang dibawain sama Via di video itu suka ada suara cewek yang
ikutan nyanyi
juga, sama
kaya kejadian kita waktu latihan sore-sore itu, Dhar” giliran Fare
yang menjelaskan.
"Tapi
kan udah lama Via nggak pernah buka lagi blognya. Postingan
terakhirnya pun bulan Desember 2013" Kataku menyakinkan.
"Iya
tapi tanggal upload di Youtubenya, lo liat sendiri deh!"
Kata Dennis. Aku langsung mentouch link video tersebut.
"Tanggal
19 Januari 2014?"
“Itu
kan pas lo ulang tahun kemarin, Dharma!” Kata Indra.
“Nggak
mungkin lah!” Aku menepisnya tak percaya.
“Ya
lo lihat, Dhar! Masa iya ada yang bajak akunnya Via gitu?” Tanya
Difin meragukan.
"Dharma!!!"
Suara teriakan memanggil dari arah pintu.
"Guys!
please tolongin gue! Ada siswa kesurupan di ruang seni" Kata
Amec napasnya terengah
"Kok
bisa?!" Tanya Dennis tak percaya.
“Udah
buruan kesana” Teriak Amec meninggalkan kami. Begitu sampai di
ruang seni
orang-orang sudah berkerumun. Dira? Aku melihatnya duduk memeluk
lututnya seperti ketakutan.
“Ada
apa, Pak?” Tanya Indra kepada Pak Dede yang sedang berusaha
menenangkan Dira. Ada Sonya dan Risa sahabat Dira yang juga mencoba
menenangkannya.
“Dira,
Kamu kenapa? Sadar Ra sadar!” Kata Difin menghampiri
kekasihnya.
“Dira?”
“Dharma!
Dhar gue... gu.. gue mohon lo bantuin dia, kasihan dia Dhar...”
Dira meringis ketakutan menggengam tanganku, aku semakin tak mengerti
siapa yang dimaksud d-i-a
oleh Dira? Aku memandang ke arah Risa bertanya.
“Tadi
kita lagi latihan Biola, terus gue dapet BC yang isinya link video,
ternyata itu video youtube akunnya Via, terus Dira nonton video itu
sendirian, gue sama Sonya nggak berani buka video itu karna
orang-orang bilang videonya tuh rada horor. Tapi setelah selesai
nonton Dira lempar hape gue dan dia langsung buka lemari yang ada
disana. Tiba-tiba dia ketakutan setelah lihat ada gitar punya Via”
Jelas Risa terengah.
Video?
Apakah video yang dimaksud Risa adalah video yang tadi Fare, Dennis
dan Difin tunjukan?.
“Saya
minta tolong sama semuanya untuk bubar! Biar saya yang tangani
masalah ini” Tegas
Pak Dede membubarkan beberapa siswa-siswa yang bergerombol penasaran.
Karena
penasaran akhirnya aku pun membuka handphoneku mencari blog Via dan
langsung melihat video yang dimaksud.
“Selamat
malam, hay aku Arti Sephiana, tapi orang-orang memanggilku Via, Aku
mau berbagi cerita. Aku pernah dapat kado ulang tahun dari sahabatku
Dharma, mungkin alasan dia ngasih gitar
ini
karena aku sudah berhasil memainkan
gitar berkat ajarannya. Sekarang aku mau nyoba pertama kali nyanyi
pake gitar pemberiannya
ini.
Dengerin yah.”
Aku melihat Via mulai memainkan gitarnya. Kutahan air mata yang sudah
diujung pelupuk mata. Melihatnya pertama kali memainkan gitar
pemberian dariku waktu ulang tahunnya yang ke tujuh belas.
Dari
awal ku tlah sadari
Tak
mungkin kuberharap lebih dari ini
Sejak
awal ku tlah mengerti
Tak
mungkin sepenuhnya ku memilikimu
Hai
.. kau yang bilang aku kekasih gelapmu
Silahkan
pergi tak ku sesali ini ….
Dari
awal ku tlah sadari
Tak
mungkin ku berharap lebih dari ini
Ini
hanya permainan hati
Antara
hatimu dan hatiku
“Dharma..
kita sudah lama dekat, kamu adalah sahabat terbaikku namun status
sahabat itu membuat hatiku terus berontak memungkirinya. Dulu
kamu pernah bilang kalo aku adalah sahabat setiamu yang akan selalu
menjadi kekasih gelapmu. Kamu
memang bercanda, tapi hati ini menangis mendengarnya.
Mungkin yang namanya Sephia dimana-mana akan selalu bernasib menjadi
yang kedua....” Via
tersenyum sinis lesung pipinya terlihat, membuatnya semakin cantik.
“Sungguh
bukan aku jika aku menyembunyikan sesuatu dari kamu, karena aku telah
berjanji untuk selalu terbuka kepadamu. Namun ada
satu
hal yang
tak
mampu kukatakan...”
Via memetik
gitarnya bersyahdu, kemudian melanjutkan syair lagunya. Namun
tiba-tiba entah dari mana angin kencang berhembus membanting pintu
ruangan. Semua siswa yang ada di ruangan berteriak. Aku tak peduli
dengan keadaan, aku terus melanjutkan melihat Via bernyanyi dalam
video tersebut.
Hai
kau yang bilang aku kekasih gelapmu
Silahkan
pergi ku baik-baik saja
Hai
kau yg bilang aku ini sephiamu
Silahkan
pergi tak ku sesali ini
Ku
kan melupakan kamu
Takkan
kusebut namamu bila nanti kita …
Bertemu
kembali …..
“Aku
sayang sama kamu melebihi apapun, mungkin ini namanya cinta.. tapi
kenapa aku sulit untuk mengatakannya? Setelah aku bisa mengatakannya
mungkin
aku
harus pergi, karena aku tak sanggup melihat kebahagian kita sebagai
sahabat terusik karena rasa yang salah ini...”
Kau
tak perlu setia dihatiku
Sungguh
ku pun tak pernah setia dihatimu
Kau
tak perlu setia dihatiku
Sungguh
ku pun tak pernah setia dihatimu
Video
berdurasi enam menit dua detik itu terhenti. Ketika sadar melihat
sekelilingku. Semua siswa berteriak mendengar suara pintu yang terus
membanting. Tiba-tiba saja langit berubah menjadi gelap gulita. Hujan
deras beserta angin kencang terlihat dari kaca jendela. Suasana
semakin mencekam ketika lampu ruangan tiba-tiba saja mati.
Gelap!
Semua masih berteriak ketakutan!
“Via...!
Kalau kamu memang benar ada disini, aku mohon, Vi! Aku mohon! Kamu
dengarkan aku.. aku menyerah.. aku nggak bisa menemukan buku itu! Aku
mohon Via.. aku.. Aku
juga sayang sama kamu. Aku nggak mau kaya gini terus.. aku hanya
ingin kamu tenang disana.. please hidup kita sudah berbeda.. dan
sampai kapanpun kamu akan tetap berada di hati aku..” Aku teriak
sebisa mungkin. Kemudian lampu kembali menyala. Namun hujan deras
masih saja terurai walau anginnya sudah mereda. Sonya, Risa, Pak Dede
dan beberapa siswa yang tersisa berhamburan keluar dari ruangan.
Hanya ada Indra, Fare, Difin, Dennis
dan Dira yang masih meringis ketakutan. Apa yang terjadi dibalik
semua ini,
kenapa Via melakukan ini?
Via
meninggal sekitar tiga bulan yang lalu, itu berarti beberapa hari
lagi adalah seratus hari kepergian Via. Via meninggal di ruangan ini.
Aku yang pertama kali melihatnya bersimbah darah dengan sayatan di
lengannya. Aku menemui Via saat itu karena ia ingin menunjukkan
sebuah buku padaku. Sungguh heran biasanya kami membicarakan soal
buku di perpustakaan bukan di ruang seni, meskipun kami adalah
sama-sama anak seni. Orang-orang bilang Via bunuh diri, namun
sedikitpun aku tidak pernah mempercayainya. Aku mengenal Via sejak
dulu, aku tahu pribadinya bukan kriteria yang mudah menyerah. Sampai
pada akhirnya kejadian-kejadian aneh terjadi setelah kematian Via.
Saat aku sedang latihan band dengan teman-temanku, sering kali aku
mendengar suara perempuan seperti mengikuti syair lagu, padahal tidak
ada satupun perempuan disana. Dia juga sering mendatangiku dalam
mimpi, terus-menerus menyebutkan sebuah buku. Selama ini aku berusaha
mencari buku yang dimaksud Via. Bahkan ketika kutemukan Via meninggal
di ruangan ini tdak ada satu bukupun saat itu di sampingnya. Hanya
ada sebuah gitar. Gitar pemberianku yang ada di dalam video tadi.
“Gitar?”
Batinku. Aku langsung membuka sebuah lemari yang dimaksud Dira tadi.
Setelah Via meninggal gitar itu aku simpan di
lemari dengan alat musik
lainnya
sebagai simbol kenangan dari Via. Kubuka gitar yang di balut dengan
softcase berwarna biru. Sebuah gitar bertuliskan ARTI SEPHIANA
berwarna biru tua
pula. Sesuai warna favoritnya.
“Via...!!!”
Aku berteriak
sekeras-kerasnya dan
memeluj gitar
tersebut, air mata mulai merambas.
Penyesalanku
semakin merajuk. Andai saja waktu itu aku langsung menemuimu di
ruangan ini dan tidak mementingkan permintaan Sonya yang saat ini
sudah menjadi mantan kekasihku.
Aku
dan Sonya pacaran hanya sekitar tiga bulan, setelah kejadian itu aku
memutuskannya karena pikiranku selalu tertuju pada Via. Waktu itu
Sonya memaksaku untuk membuatkannya syair lagu.
Via!
andaikan saja waktu itu kutahu jika kasih sayang kamu melebihi Sonya
kekasihku sendiri. Mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi.
Aku meringis menangisi penyesalan yang tidak akan pernah aku lupakan.
“Dhar!
Sudahlah.. Jangan lo tangisin Via lagi, dia pasti ikut nangis kalau
lo kaya gini terus” Suara Indra kudengar berusaha menenangkanku.
“Tapi
Ndra! Coba waktu itu gue nggak datang telat nyamperin dia! Mungkin
semua ini nggak akan pernah terjadi!” Tukasku berbalik badan
menghadap Indra dan teman-teman yang lainnya. Aku menyerahkan
softcase dan gitarnya pada Indra.
“Lo
lihat, Ndra! Gitar ini yang dulu ada disampingnya waktu gue nemuin
Via bersimpah darah. Apa memang benar cerita orang-orang selama ini
kalau Via meninggal karena bunuh diri? Kalau memang benar berarti gue
yang udah bikin dia putus asa karna mungkin juga dia waktu itu mau
bilang soal perasaannya tapi gue malah lebih mementingkan Sonya?”
Kataku histeris.
“Dira!!
Dira kamu kenapa?!” Difin berteriak, kekasihnya mulai mengamuk.
Difin terpental di dorong oleh Dira dengan kuat.
Dira
kerasukan! Wajahnya pasi, tangannya mencengkram, Dira berteriak tak
karuan. Sesaat kemudian kembali tenang tapi menangis lagi
ketakutan.
“Sayang..”
Difin mendekati kekasihnya namun Dira terus meringis.
“Dira,
Lo kenapa?” Aku mendekatinya.
“Dharma...”
Suara Dira berat. Meringis.
“Sonya..
Sonya yang bikin aku kaya gini..” Aku tak mengerti apa yang
dikatakan Dira, tapi aku tahu ini bukan suara Dira, dari logatnya
seperti suara Via. Ya! Aku tahu suara Via kalau lagi nangis dan
sekarang apa mungkin Via sedang merasuki tubuh Dira?.
“Via?!”
Aku menggengam tangan Dira.
“Kalau
kamu memang benar Via, aku
minta maaf.
Aku
menyesal karena nggak tahu soal perasaan kamu. Via, aku juga sayang
sama kamu, aku lebih merasa kehilangan kamu dibanding aku kehilangan
Sonya setelah aku putisin dia!” Air mataku kembali membuncah.
Tuhan.. benarkah ada roh Via di dalam sana.
“Sonya...
Sonya yang melakukannya...” Sonya? Via hanya menyebut nama Sonya.
Apa yang udah dilakukan Sonya.
“Gu..
gue.. gue mau panggil Pak Ustadz..” Teriak Fare ketakutan.
“Jangan!
Jangan Re!” tepisku. Lalu Dira atau memang benar Via. Dia menunjuk
kearah gitar yang ada di tangan Indra. Dira kembali lemas terkulai
dalam pangkuan Difin.
“Dira..
Dira..!!” Difin berusaha menyadarkan kekasihnya. Aku langsung
membuka gitar menggeledah gitar berserta softcasenya, mungkin saja
ada sesuatu yang bisa aku temukan.
“Buku?!”
Benar saja. Di dalam kantung softcasenya ada sebuah Novel.
“Mungkin
ini buku yang dimaksud Via?” Kataku memandang semua sahabatku.
Mereka hanya menatap heran. Aku buka satu persatu buku itu. Ada
beberapa surat diantara lembaran novel.
“Aku
tahu kamu lebih sayang Sonya daripada aku. Lalu kenapa sikapmu
berubah? Aku bisa menerima jika kamu harus memiliki kekasih siapapun
orangnya! Tapi kenapa sikap kamu setelah itu berubah. Aku memang
hanya sahabat kamu, tapi apa memang benar sahabat memiliki
keterbatasan kasih sayang dibandingkan pacar. Bahkan kamu lebih
percaya Sonya dibandingkan aku yang lebih lama kamu kenal. Kenapa
kamu tidak percaya bahwa Sonya itu jahat! Dia berusaha memisahkan
persahabatan kita! Dia cemburu jika kamu terus bersamaku. Kemarin
Sonya datang ke rumahku, dia berlaku seperti preman dengan menuduhku
yang tidak beralasan Dharma.. Asal kamu tahu! Sudah berapa kali Sonya
mencoba mencelakakanku dan entah sampai kapan! Dan sekarang disini
aku ingin memberitahukan apa yang terjadi selama ini, semoga kamu
percaya kalau Sonya itu nggak baik buat kamu...” Air
mataku kembali membuncah.
“Kayanya
gue kenal tulisan ini” Dennis
ikut membuka
surat lainnya.
“Wihhh..
Serem amat!!!” Kata
Fare terkejut.
“Kenapa,
Re?” Tanya Indra. Aku merebut langsung kertas yang sedang dibaca
oleh Fare.
“GUE
NGGAK AKAN SEGAN-SEGAN BUAT BUNUH LO KALO MASIH DEKETIN DHARMA!”
Berapa
kertas semua berisi sebuah ancaman. Ini seperti tulisan Sonya?! Apa
mungkin Sonya yang membunuh Via?
“Ini
kan recordernya Via, Dhar?” Tanya Indra menemukan sebuah recorder
di kantong Softcasenya.
“Tunggu
deh! Waktu kejadian gue nggak menemukan apapun di softcasenya
termasuk buku sama recorder itu, kan kalian tahu sendiri gue yang
nyimpen gitar itu di lemari?”
“Terus
siapa yang masukin barang-barang ini di softcase gitarnya Via?”
Tanya Dennis.
“Aku..”
Suara Dira lemas yang akhirnya sadar di pangkuan Difin.
“Elo,
Ra?” Tanya Fare. Aku mengernyit tak mengerti.
“Tapi
sumpah Dhar! Gue.. gu.. gue terpaksa bantuin Sonya, gue diancam Sonya
karena gue udah telanjur tahu rencana dia!” Kata Dira ketakutan.
“Maksud
kamu bantuin Sonya apa, Yang?” Tanya Difin.
“Sayang,
Aku nggak salah... terpaksa!” Dira kembali meringis.
“Iya,
tapi maksud lo apa? Bantuin apa? Emang apa yang kalian lakukan, Ra?”
Tanya Indra.
“Sonya..
Sonya yang udah bunuh Via, Dhar...” Dira menangis memeluk Difin
ketakutan.
“APA?!”
Tanyaku dan yang lainnya bersamaan.
“Hah?
Maksud kamu, jadi Via meninggal karna di bunuh Sonya?” Tanya Difin
tak percaya. Begitupula aku yang terpaku. Napasku sesak. Aku tak
percaya apa yang dikatakan oleh Dira. Aku membuka recordernya.
Mungkin ada petunjuk lainnya juga. Terdengar suara alunan gitar
bernada lagu yang sangat aku kenali.
Usap
air matamu
Dekap
erat tubuhku
Tatap
aku sepuas hatimu
Nikmati
detik demi detik
yang
mungkin kita tak bisa rasakan lagi
Hirup
aroma tubuhku
yang
mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu
Gundahmu…
Nyanyikan
lagu indah
Sebelum
ku pergi dan mungkin tak kembali
Nyanyikan
lagu indah
Tuk
melepasku pergi dan tak kembali
Via
dengan tulus menyangikan lagu tersebut. Namun beberapa saat
ada
suara teriakan terdengar.
“HEH!!
GUE UDAH SERING BILANG YAH.. HARUS DENGAN CARA APA LAGI GUE KASIH
TAHU ELO, CEWEK GATEL!!”
“AW..!!
SAKIT... SAKIT SONYA! LEPASIN!”
“UDAH
ABIS KESABARAN GUE, SEKARANG RASAIN INI!! SUPAYA LO TAHU DENGAN SIAPA
LO BERURUSAN!”
“DIRA!
NGAPAIN LO DILUAR?! SINI BANTUIN GUE?!”
“NGGAK..
GUE NGGAK MAU! PLEASE, NYA! LO JANGAN NEKAT!”
“SAKIT,
NYA! LEPASIN RAMBUT GUE...”
“SONYA
JANGAN!!!!”
“RASAIN
LO!”
Hening
seketika, tidak ada lagi suara terdengar. Aku lemas berlutut tak
percaya.
“Nggak!
Nggak mungkin! Nggak mungkin semua ini terjadi! Kenapa harus seperti
ini?!” Teriakku.
“Jadi
waktu kejadian lo ada disana, Ra?!” Tanya Indra kepada Dira.
“Tapi
gue nggak lakuin apapun, Ndra! Gue cuma liat. Gue nggak bisa cegah
Sonya!”
“Tapi
kenapa selama ini lo tutup mulut?” Fare ikut menghakimi Dira yang
semakin ketakutan.
“Gue
diancam bakalan dibunuh Sonya juga, Re!” Tukas Dira.
“Udah..
udah.. coba kita tenang dulu! Lo nggak liat Dira ketakutan gini?”
Ungkap Difin memeluk Dira. “Sayang.. coba kamu ceritain
pelan-pelan.. kita nggak akan nyalahin kamu kok, aku percaya
sepenuhnya sama kamu”.
“Waktu
itu kejadiannya disini..” Napas Dira terengah. Wajahnya masih
terlihat pasi, tangannya mengenggam erat Difin. “Setelah Sonya
melakukannya, Sonya dan Risa langsung lari keluar. Sementara aku yang
akhirnya ikut masuk masih terpaku melihat Via terkujur. Aku
ketakutan! Aku nggak tahu harus ngelakuin apa, sementara aku tahu
kejadian itu persis di depanku, Aku lihat ada recorder di samping Via
yang ternyata masih ngerecording. Aku langsung mengambilnya keluar
termasuk buku dan beberapa kertas yang ada di samping Via. Beberapa
hari aku mengalami kejadian aneh, maka dari itu kenapa aku keluar
dari sanggar seni karena aku takut, suara-suara aneh itu sering
menghantuiku selama aku latihan diruangan ini. Hingga pada akhirnya
aku memutuskan untuk menyimpan semua barang-barang Via di softcase
gitarnya, berharap kematian Via bisa terungkap
dengan sendirinya..”
“Selama
ini aku menyembunyikannya karena Sonya mengancamku. Kamu tahu sendiri
kan, Yang!? aku berteman dengan dia hanya terpaksa. Terus dia bilang
kalau sampai ada orang lain yang tahu kejadian ini berarti kamu juga
pasti akan tahu. Aku takut kalau kamu tahu, kamu bakalan tinggalin
aku, Difin!” Dira menunduk, Difin berusaha menenangkannya.
“Iya
aku percaya sama kamu, Sayang!”
^^^
Setelah
Dira akhirnya membuka mulut, aku menyerahkan recorder beserta semua
surat-surat
kaleng
yang berisi ancaman tersebut kepada pihak sekolah. Meskipun Sonya
berusaha
mengelaknya
namun recorder dan surat-surat itu sudah menjadi bukti kuat bahwa dia
adalah
pelaku
pembunuhan kematiannya Via. Bukan hanya Sonya, Risa pun terseret
dalam kasus ini karena dia sudah berusaha membantu Sonya.
Dira?
Bagaimana dengan Dira? Status Dira adalah saksi. Dira memiliki
rekaman lainnya yang menjadi bukti kuat bahwa Dira juga korban
ancamannya Sonya.
Arti
Sephiana
Terukir
nama yang indah diatas padungmu
Telah
ku tabur bunga dan iringan dalam ayat-ayat suci-Nya
Tidurlah
dalam kasih sayang
kan
selalu menyimpan namamu
Tenanglah
kau dalam pelukan-Nya
Cinta
ini tidak akan pernah aku tinggalkan
Air
mataku tumpah ketika seutas bunga mawar putih kusimpan di atas
pusaranya. Penyesalan ini sungguh telah menyelimuti hatiku. Bagaimana
bisa aku melihat selarik cahaya kasih sayang ketulusannya setelah ia
tak bisa lagi kurengkuh.
“Udah
Dhar! Nggak usah disesali, biarkan Via tenang” Indra menepuk
pundakku berusaha menghibur.
“Kita
doakan saja semoga Via berada di dalam Surga-Nya” Dennis
turut berdoa.
“Via,
medali ini buat lo. Kita berhasil menang dalam parade band di sekolah
berkat bawain lagu lo, semoga penghargaan dan lagunya menjadi simbol
cerita tentang ketulusan cinta lo” Fare menunjukkan sebuah medali
dan piala kemenangan yang baru saja kita raih setelah mengikuti
perlombaan yang diadakan di sekolah.
^^^
Arti
Sephiana! Sephia, bukan sekedar namanya yang menjadi simbolis dari
penghilang rasa sepi ketika sedang sendiri, bukan pula arti yang
kedua atau kekasih gelap apa yang dikatakan Via. Arti Sephiana bagiku
adalah sebuah nama indah dari simbolis kesetiaan karena ia berusaha
untuk tetap bertahan walau harus berujung dalam kematian. Aku, Indra,
Fare, Difin dan Dennis mematenkan lagu yang dinyanyikan Via dalam
video yang sempat membuat satu sekolah gempar
itu menjadi
lagu milik band yang sudah lama berada di sekolah ini dengan sebuah
judul Surat Dari Sephia.
~
E N D ~

0 komentar:
Post a Comment