RSS

Dunia Sempurna

Aku terbaring lemas di ruang rawat inap Rumah Sakit setelah semua orang panik mendapatiku jatuh pingsan di teras rumah. Dokter menyarankan agar aku segera di operasi jika aku terus mengalami pendarahan. Namun dengan adanya mereka yang selalu mensuport penuh membuat kondisiku semakin pulih, hanya saja dokter tetap melarangku pulang sampai waktunya tiba. Aku lalui hari demi hari di Rumah Sakit dengan membuka kembali semua catatan-catatan kecilku dulu.


Aku memang bukan seorang penulis, namun menulis adalah aktifitas favoritku. Dari kecil hobiku adalah menulis. Sampai semua hal yang ada didepanku kutulisi, lebih tepatnya sih corat-coret, tembok, meja, lemari, pohon bahkan daunpun kuaniaya dengan tulisan tanganku. Jangan heran jika semua benda di sekililingku penuh dengan coretan. Seiring berjalannya waktu hidupku semakin mellow. Dimulai dari masa ababil saat mengenal cinta. Ya, CINTA! Karena cinta hidupku semakin penuh dengan coretan, asaku semakin tebal dengan penuh kata cinta. Sejak kurasakan jatuh cinta di masa SMK semua hal yang mewakili perasaan kutulis dalam lembaran demi lembaran kertas. Jaman mungkin telah berubah, lebih modern masa kini. Semua tulisan bisa di buat rapi dalam suatu wadah, MEDIA SOSIAL atau GADGET yang lebih canggih. Tidak seperti dahulu saat aku mulai menulis, menulis semua hal yang kurasakan dalam sebuah buku DIARY. Dahulu sebelum aku memiliki buku diary aku menulis di bagian belakang buku catatan pelajaran. Semua buku catatan pelajaran pasti habis bukan karena materi pelajaran, melainkan catatan perasaan.

Aku membeli buku diary pertamaku saat memasuki tingkat 1 di SMK. Buku kecil dengan cover Teddy Bear kubeli sehabis pulang dari upacara tujuhbelasan. Buku tersebut tergoreskan tentang seseorang. Seseorang yang telah membuatku semakin gila. Gila karena harus tersenyum sendiri didalam bis sepulang sekolah jika melihat dia menaiki angkot yang sama denganku.
Sebut saja namanya Kinyiz. Panggilan kesayanganku. Pertama kali melihatnya sewaktu hari pertama masuk tingkat satu di SMK. Kala itu aku berangkat sekolah dengan menggunakan kendaraan umum, aku melihat dari balik kaca bis yang kotor penuh debu, dia berdiri di sebuah halte bis. Seorang laki-laki berparas teduh mengenakan celana abu-abu dengan kemeja putih yang terlihat dibalut oleh sweaternya berwarna hitam biru, sweater bertuliskan Raze 69. Siapa dia? Pikirku dalam hati. Semoga saja dia juga menaiki mobil yang sama, namun ternyata TIDAK. Rasa penasaran mulai merasuk dalam pikiranku.

Saat jam istirahat pertama aku duduk di depan kelas sambil melihat-lihat pemandangan asri di sekolah baru. Aku terkejut melihat seorang siswa laki-laki melintas didepanku, dialah laki-laki sweater Raze 69 yang aku lihat tadi pagi di perempatan. Aku loncat kegirangan berteriak menghampiri temanku. Sungguh indah hari itu, ternyata dia adalah seniorku di sekolah. Semenjak itu aku mencari tahu siapa Kinyiz sebenarnya. Dimulailah cerita diam-diam mengagumi kakak kelas.
Hari-hari mulai terasa beda ketika paras wajahnya mampu kupandang walau hanya dari balik jendela kelas rasanya begitu banyak burung-burung menari diatas kepalaku (lohhh itu pusing dong :D).

Suatu hari aku berhasil mendapatkan nomor handphone senior manisku itu. Kuawali dengan misscall nomor tersebut, lalu mulai dia bertanya-tanya tentangku. Kuperkenalkan nama asli dan tidak menggunakan nama samaran seperti teman-temanku yang lain, jika berkenalan selalu menggunakan nama samaran atau nama bekennya. Meskipun dia tahu namaku namun aku berusaha menyembunyikan siapa aku sebenarnya. Pernah suatu ketika di salah satu kantin sekolah dengan hirukpikuk siswa bergerombol kelaparan, aku membeli minuman di kantin. Kulihat ternyata si sweater Raze 69 itu menghampiriku. Bukan, bukan menghampiriku tapi menghampiri ibu kantin . Aku tertegun melihatnya, waktu seperti berjalan begitu perlahan, lebih lambat 35 %, angin berhembus menyibak kerudung putih yang menempel di kepala.

“Neng Feby! Ini minumannya” Ibu kantin menyerahkan minuman membuyarkan lamunanku.

Kinyiz menoleh kearahku dengan senyum gula yang membuatku merasa melayang, melayang dengan balutan putih dan punggung yang bolong penuh. (Hihihi bayangkan saja sendiri :D)
Aku langsung tersadar. Ya Tuhan semoga saja dia tidak mendengar Ibu Kantin memanggilku dengan sebutan Feby. Tidakkkk!! Jangan sampai dia tahu bahwa Feby yang selama ini miss call-miss call dan message dia itu adalah aku. aku masih tertegun melihat Kinyiz. Semoga saja ia tidak melihatku! Aku kembali ke ruang kelas dengan rasa khawatir jika sampai Kinyiz tahu yang sebenarnya. Kuraih diary bercover Teddy Bear dan segera menulis apa yang baru saja terjadi.
***
Hari ini adalah hari MONsterDay, dimana sebagian pelajar tidak ingin bertemu hari Senin dengan berbagai alasan. Adayang berasalan karena keasyikan liburan jadi tidak bersemangat masuk sekolah, ada yang bilang hari senin gurunya killer semua dan ada juga yang bilang mereka benci dengan hari senin karena harus Upacara Bendera. Yah bayangkan saja yang biasanya bel tanda masuk berbunyi pukul 07.00 sedangkan hari senin pukul 06.30 semua siswa harus sudah berbaris di lapangan, bagi siswa yang santai berangkat sekolah tentu saja selalu kocar-kacir karena harus menghadapi rongrongan guru kesiswaan yang berjaga di depan gerbang, termasuk aku. Atribut seragam diharuskan lengkap. Sepatu sama, kerudung/topi sama, hal itu sangat mencekam bagi orang ceroboh dan teledor sepertiku. Sering kali kocar-kacir mencari dasi, papan nama ataupun topi yang tertinggal di rumah. Namun keberuntungan selalu berpihak sejak Syal Organisasi Kuning melekat dipundakku. Sebagai Anggota Palang Merah Remaja dengan bangga menjabat menjadi pengurus inti. Setiap hari senin aku tidak berdiri diantara siswa yang merana di lapangan, namun aku duduk manis di ruang UKS. hehe

Suatu ketika Kinyiz pernah pingsan saat UPB dilaksanakan. Wajahnya yang lugu semakin terlihat tampan, walaupun dengan paras yang pucat. Sekilas aku langsung berpindah profesi sebagai perawat rumah sakit. Dimulai membuka sepatunya, topi, dasi dan melonggarkan sirkulasi pernapasan. Aku Mencoba menyadarkan Kinyiz sampai matanya terbuka dengan menggunakan minyak kayu putih yang ada. Akhirnya Kinyiz terbangun. Aku benar-benar salting, semua kulakukan dengan gemetar . Seraya gelas air minum yang tergeletak dimeja ku senggol hingga tumpah dilantai karpet.

“Kak, udah sarapan belum?” Tanyaku memulai perhatian.

“Udah kok” Jawab Kinyiz lemas.

Bohong! Dia bohong, tadi pagi dia sempat kirim pesan singkat kepadaku
“aku kesianganan gak sempet sarapan deh”.

“Oh yaudah minum tehnya yah kak, biar nggak lemes, rotinya juga, makan aja. Khusus disediain buat yang sakit kok” kusodorkan segelas air teh hangat dengan gemetar.

Di UKS Bukan hanya Kinyiz yang terbaring dikasur. Ada beberapa siswa yang entah pura-pura sakit atau tidak. Terbaring dan duduk memenuhi kursi dan kasur empuk UKS. Namun sepertinya hanya Kinyiz yang kuurusi.

“Febyyy kayu putihnya mana??!! aku pusinngg” teriak temanku manja.

Akhhh lagi-lagi sial kenapa ada yang panggil namaku didepan Kinyiz? Ya Tuhan…

Kenapa aku jadi ketakutan sendiri??? toh yang namanya Feby bukan cuma aku, disekolah ini ada beberapa siswa yang bernama Feby.
Kusodorkan kayu putih kepada temanku kemudian mengambil buku tamu dimeja. Kudata satu persatu yang masuk UKS hari ini.

“Kak, namanya siapa? Kelas apa? Jurusan apa? hehe” tanyaku mesem-mesem.

“aduh..nanyanya satu-satu dong” jawab Kinyiz lalu tersenyum. Senyum yang membuat hati ini teduh dan ikut tersenyum malu.

“Nih liat aja papan namanya” Kinyiz menyerahkan papan nama yang menempel di baju seragamnya. Indra Perdana Sinaga. Orang-orang lebih akrab memanggilnya Naga.

“Kamu anak akuntansi yah?” Tanya Kinyiz tiba-tiba.

“Iya kak, kok tahu?” Jawabku sambil menulis, menyembunyikan wajahku yang memerah dengan buku.

“tuh dijidat kamu ada banyak angka hehe” ujar Naga cengengesan. Aku memanyunkan bibir kearahnnya.

“Aku liat dipapan namanya” kemudian Kinyiz menunjuk kearah papan nama yang menempel diseragamku.

“Udah tau nanya. Nih kak makasih” Jawabku dengan nada jutek dan mengembalikan papan namanya.
Aku kembali ke meja mulai mencorat-coret buku catatan PMR dengan goresan cerita yang baru saja kualami.

Upacara telah berjalan dengan khidmat. Selamat kepada para pasien di UKS hari ini terbebas dari razia perlengkapan seragam oleh para pengurus osis, termasuk aku yang lupa membawa topi upacara. Sebagian pasien yang masuk UKS sebenarnya adalah siswa yang pura-pura pusing karena atribut seragamnya tidak lengkap. Setelah upacara dibubarkan semua pasien kembali ke ruangan kelasnya masing-masing. Para petugas PMR merapikan semua perlengkapan yang tadi dipakai saat tugas. Kinyiz masih terbaring lemas. Aku tidak tega mengusirnya dari sini. Maka kubiarkan ia tetap tidur di UKS.

Drrtttdrtt… Terdengar getar handphoneku yang kusimpan di saku seragam. Tanda ada pesan singkat masuk.

Lemessss… klo aku masih tiduran dsini gapapa yah jenonggg?” Received from KINYIZ ({})

Kusimpan kembali handphoneku disaku tanpa membalas SMSnya. Sementara aku tetap merapikan seluruh ruangan. Untung saja aku di ruang depan dan Kinyiz di ruang belakang yang dibatasi oleh lemari kayu. Rasanya aku ingin berteriak bahagia. Tapi, kenapa isi pesannya seolah-olah dia tahu bahwa Feby yang selama ini SMS adalah Feby yang berdiri di UKS dan telah merawatnya tadi??? Jenong adalah nama panggilan dari Kinyiz untukku, aku memang pernah bercerita pada Kinyiz kalau dikelas aku sering mendapat julukan itu. Karena memang jidatku luas.

“Kenapa gak dibales smsnya, Nong?” Teriak lelaki yang tidur di kasur.

Hahhhh???!!! Apa maksudnya? Dia memanggil dengan panggilan kesayangannya yang biasa ia sebutkan jika dia menelpon atau SMSku. Jenong!

“Kenapa ka?” Tanyaku menghampiri Kinyiz, pura-pura tak mendengar.

“Kenapa nggak dibales SMSnya? Udah nggak usah sembunyi-sembunyi lagi, aku udah tahu siapa kamu sebenarnya” Ucap Kinyiz masih lemas.

“Kamu Jenong alias Feby yang sejak beberapa bulan yang lalu berkenalan denganku via handphone kan? Kamu yang tiap pagi selalu ngasih ucapan have nice day dan setiap malam nggak pernah lupa ngucapin have nice dream?” tanya Kinyiz bertubi-tubi, dan apa yang ia ucapkan adalah 100% benar!

Aku yang merasa masih tidak percaya pura-pura beraktifitas sesibuk mungkin. Apa yang harus aku lakukan?
“Bagus deh kalo kak sudah tahu” Kataku singkat, mencoba menenangkan diri.

“Kenapa kak bisa tahu ini aku? Di sekolah ini kan banyak yang namanya sama denganku?” Lanjutku. Ya Tuhan... kuteteskan sebutir air mata dipipiku.

Bahagia dan marah bersatu padu. Bahagia akhirnya aku dan dia saling mengenal dikehidupan nyata. Marah karena kenapa harus terbongkar semua persembunyianku.

“Jangan kamu pikir selama ini aku tidak mencari tahu tentang kamu, Feb” Katanya merubah posisi dari tidur menjadi duduk.

“Aku sudah menduga dari awal ternyata memang kamu orangnya” lanjutnya seperti sedang melihatku dalam-dalam. Ya memang dia sedang memperhatikanku.

“Kalau masih belom kuat ke kelas istarahat aja dulu. Nanti ada anak PMR yang piket kok, aku mau ke ruang kelas sekalian mau ke kelasnya kakak ngasih tahu kalo kakak sakit di UKS, Assalamu’alaikum” Jelasku sambil bergegas pamit tak ingin membiarkan dia membahas lagi soal AKU.

“Feby tunggu!!!” Kinyiz memanggil namaku namun aku tetap pergi menjauhinya.

Aku berjalan menelusuri koridor sekolah dengan gontai. Kenapa harus terbongkar?! Andai saja jika aku sedang berada diatas tebing, ingin sekali rasanya terjun bebas dan berteriak sepuas-puasnya. Semua kejadian tadi tak akan pernah aku lupakan! Akan kutulis dalam buku harianku.

***

Mempunyai pacar di sekolah mungkin untuk sebagian siswa sangat menguntungkan. Pulang sekolah bareng, makan siang bareng, kerjain tugas bareng-bareng. Semua terasa semangat dilakukan. Sejak peristiwa itu aku dan dia semakin dekat. Tapi bukan sebagai pacar. Kinyiz sering menghampiriku di kelas, kita juga sering makan bareng dan pulang sekolah bareng. kedekatan yang dulu hanya sebatas pesan singkat dan panggilan suara kali ini benar-benar nyata. Dulu jika setiap dia bercerita tentang teman perempuan satu kelasnya aku bisa menyembunyikan kecemburuanku dibalik jemari yang berjentik membalas pesan singkatnya, berpura-pura menertawakannya. Namun kini dia bercerita tentang perempuan itu secara langsung. Langsung dihadapan wajahku yang berusaha keras menyembunyikan kecemburuan.

Sepulang sekolah Kinyiz mengirimkan pesan singkat

“Nong, km dmna?” sekilas kubalas pesannya

“di uks” Sent.

Belum sampai 5 menit tiba-tiba dia sudah berada di UKS menghampiriku.
“Feb, Kamu harus ikut aku! Kayaknya sekarang kesempatan yang pas buat ngejalanin apa yang aku rencanakan waktu itu” Kulihat dari wajahnya begitu bersemangat.

Aku tahu apa yang akan dilakukan Kinyiz. Kinyiz pernah meminta persetujuanku untuk menjalankan rencana ini. Aku hanya mengangguk mengiyakan sambil tersenyum tipis walau hati berat untuk menyetujuinya.

“Dan kamu harus jadi saksinya, Nong” Kinyiz menarik tanganku menuju kelasnya.

“Kamu lihat dari sini, nanti kamu foto bagian yang bagus pake ini! OKE!” Kinyiz memegang pundakku memohon sambil menyerahkan handphone miliknya. Sementara aku mematung depan jendela kelasnya.

“Teman-teman saya minta perhatiannya sebentar yah” kata Kinyiz disela-sela keributan kelas yang sudah terbebas dari aktiftas belajar mengajar. Semua siswa menoleh kearah ketua kelasnya itu.

“Beberapa minggu lagi kan kita sudah meninggalkan sekolah ini, bagaimana jika sekarang kita adakan acara sharing. Kita share apa saja yang selama ini sebenarnya ingin kalian sampaikan kepada teman-teman lainnya namun tidak pernah ada kesempatan atau mungkin kesan dan pesan selama kita sekolah disini. Kita buat pertemanan menjadi tak terlupakan walau nanti kita sudah tidak satu tempat lagi” Suara lantang Kinyiz memecahkan keheningan.

“Dimulai dari duduk yang paling depan yah” Ucap Kinyiz kemudian duduk dikursinya.

Aku menyaksikan keharmonisan kelas ini. Satu per satu berdiri didepan kelas mengungkapan perasaannya masing-masing. Ada yang membongkar keburukannya selama dikelas. Ada yang mengungkapkan kalau dia tidak suka dengan salah satu teman sekelasnya. Ada juga yang tiba-tiba menangis tersedu karena tidak ingin berpisah satu sama lainnya. Sekarang giliran ketua kelasnya berdiri. Kulihat dari sorot matanya, senyumnya begitu antusian berdiri disana. Sementara aku mulai menghela napas. Sebenarnya aku tidak ingin berdiri disini, menyaksikan sesuatu yang akan membuat hati ini benar-benar sesak.

“Sebelumnya saya ucapakan terima kasih atas kerjasama kalian selama ini...” Ucap Kinyiz memulai pembicaraan.

“Udah deh Pak Ketu gak usah sambil pidato” Celetuk salah seorang temannya berkomentar membuat semua siswa tertawa.. Kinyizpun tertawa.

“Haha iya deh iyaa.. langsung aja yahh gue cerita…” dengan nada santai Kinyiz melanjutkannya.

“Selama ini sebenarnya ada sesuatu yang gue sembunyiin. Sesuatu tentang perasaan gue. Gue suka sama salah satu diantara kalian disini. Dari awal kita satu kelas perasaan yang berbeda datang tiba-tiba. Ketika kita satu kelompok belajar. Ketika kita bisa dekat dengan penuh perhatian” Kinyiz menatap lurus kearah teman-temannya yang mulai serius mendengarkan dan mulai bertanya Siapa sih?

“Dia yang selama ini bikin hari-hari gue bersemangat untuk belajar lebih giat lagi. Dia yang selama ini udah bantuin gue dalam berbagai hal. Dia adalah …” Kinyiz menatapnya sendu kemudian menghampiri perempuan yang ia maksud.

“Aku suka sama kamu.. selama ini aku simpan perasaan ini agar kita bisa tetap fokus belajar. Kamu selama ini sudah membuatku yakin bahwa hati aku telah pergi. Pergi ketempat seharusnya. Menetap dihati kamu..” Sekilat Kinyiz mengeluarkan bunga mawar.

Tanganku mulai gemetar.

Air mataku menetes dengan perlahan. Bagaimana bisa aku menyaksikan orang yang aku cintai mengungkapkan perasaannya pada perempuan lain???Bagaimana bisa aku masih berdiri disini sementara aku harus rela melepaskan cintaku begitu saja??

“Aku sengaja kasih bunga tipuan ini karena bunga ini tidak akan pernah layu sama kaya cintaku sama kamu tidak akan pernah layu sampai kapanpun” Kinyiz berlutut dihadapan perempuan itu sementara perempuan itu diam dan tersipu.

Tanganku bergemetar mencoba untuk memotret sesuai permintaannya. Aku berusaha tenang namun ternyata tidak bisa! Cukup! Ini cukup membuat hatiku benar-benar tercabik. Aku membalikkan badan meninggalkan kelas Kinyiz. Entah apa yang terjadi selanjutnya. Aku tidak pernah ingin tahu.
Aku kembali ke ruang kelas mencari ketenangan. Kudapati sahabatku masih berada di kelas. Kupeluk dia yang terkejut melihatku menangis.

“Kamu kenapa, Feb? Hey ada apa?” Balas peluk Lira.

“Aku gak kuat Ra, aku gak bisa terima kalau dia benar-benar akan menjauhiku” Kataku terisak.

“Maksud kamu apa Feb? Sebentar lagi kan emang perpisahan kelas tiga, pasti kalian bakalan jauh gak sedekat seperti sekarang ini“ Kata Lira meyakinkan.

“Bukan masalah perpisahan sekolah Ra, dia udah jadi milik orang lain. Itu tandanya aku akan benar-benar kehilangan dia..” aku tersedu menjelaskan “Tadi aku diajak ke kelas dia dan menyaksikan dia nembak cewe itu” lanjutku kembali memeluk Lira.
“Ya Tuhan.. Kenapa kamu ngikutin dia sih, By! Lagian kenapa sih dia gak peka banget sama kamu?“ Lira ikut terbawa emosi.
“Kamu jangan sedih yah By, aku yakin pasti suatu saat dia akan lebih peka sama kamu, Dia gak akan tinggalin kamu meskipun dia udah miliki orang lain karena ketulusan hati kamu jauh lebih besar” Kata Lira berusaha menenangkanku
“Tuh liat matanya merah nanti kalau dia tahu kamu nangis mau jawab apa?”
Aku tersenyum menghapus air mataku. Lira benar, jangan sampai dia tahu aku nangis karena dia.
“Sini aku bedakin biar gak merah” Canda Lira menggodaku.
“Gak mau akh” kataku menghindar

“Ya udah aku mau balik lagi ke UKS, Ra. Dia udah nunggu disana” kataku berusaha merapikan wajah.

Lira hanya manggut dan tersenyum. Lira adalah sahabatku satu-satunya yang tahu tentang perasaan aku kepada Kinyiz. Sahabat yang tak pernah absen ketika aku membutuhkan tangan untuk menghapus air mataku.

Aku kembali ke UKS, kulihat Kinyiz terlebih dahulu sudah duduk tertunduk kursi.
“Maaf yah ka, tadi Lira telfon jadi aku buru-buru deh balik ke kelas” kataku sambil membereskan buku-buku yang berserakan di meja. Jadi kelanjutannya tadi gimana ka?”

“Feb, maafin aku yah” katanya tiba-tiba. Maaf?

“kenapa tiba-tiba minta maaf?” Aku tertawa simpul.

“Maafin aku yang selama ini gak pernah peka sama kamu, kamu respect banget sama aku, sedangkan aku gak respect sama kamu” jelasnya membuat aku menyengritkan dahiku.

“Maksud kakak apa sih? Aku gak ngerti” Aku menghampirinya dan menepuk pundak Kinyiz.

Kinyiz mengeluarkan buku dari tas yang tergelatak disampingnya
“Ini buku kamu kan?” Sebuah buku kecil bercover Teddy Bear di acungkannya kepadaku.

“Ikhhh apaan sih ka, gak sopan banget buka-buka buku pribadi orang” Aku rebut bukunya namun dia menepis.

“Kembalikan kak! Itu buku catatan aku” Aku berusaha mengambil bukuku dari tangan Kinyiz namun dia tetap menepis, menghidar.

Mati gue! Pasti dia udah baca semuanya. Kenapa malah ketinggalan disini sih!” Pikirku dalam hati.

“Aku udah baca semuanya” katanya pelan

“Sejak kapan buku ini ada?” Lanjutnya bertanya.

“Sejak kapan kamu nyembunyiin ini semua? Kenapa kamu gak pernah jujur sama aku, Feb?” Kinyiz memandangku tajam.

“Haruskah aku utarakan semuanya dari awal ka? Haruskah aku samperin kamu terus mengatakan yang sebenarnya? Aku siapa kak? Aku perempuan. Apa aku yang harus memulai?” Aku menunduk sambil terisak.

Memang tidak mudah menjadi seorang perempuan. Semua harus serba menunggu. Kenapa gerak perempuan terbatas sedangkan perempuan pun berhak mempunyai cinta? Kenapa seorang perempuan tidak bisa mengatakan perasaannya kepada laki-laki?! Entahlah ini soal gender.

“Bagaimana bisa kamu melihat isi hatiku, sementara hanya perempuan itu yang ada di hati kamu. Aku gak pernah ada dihatimu meski kita begitu dekat. Aku gak pernah sempurna dimatamu seperti perempuan itu” Kunaikan nada sementara Kinyiz hanya menunduk. Ya Tuhan.. Aku tahu ia kaget, aku tahu batinnya bertarung, lalu bagaimana bisa aku tega melihatnya menangis seperti ini. Hanya perasaannya yang aku pikirkan entah ia memikirkan perasaanku atau tidak.

Kinyiz memegang tangaku memohon namun tetap menunduk tak mampu membalas tatapanku.
Kuatur napasku yang mulai sesak. Suasana hening ruang UKS terpecah oleh isak tangisku. Aku berdiri perlahan, kulepas genggaman tangan Kinyiz. Namun iya kembali meraih tanganku. Aku lepaskan kembali. Aku harus pergi. Aku tak bisa berada dalam suasana seperti ini. Aku berjalan gontai menuju pintu keluar UKS. Namun belum sempat kulangkahkan kaki, semua terasa gelap. Kosong! Entah apa yang terjadi saat itu.
***

Seminggu setelah peristiwa terbongkarnya semua isi diaryku, aku tak pernah mencoba menghubunginya lagi. Kuhilangkan pikiranku terhadap Naga. Ya! Aku enggan menyebutnya Kinyiz lagi. Nama kontaknya di handphoneku pun sudah kuganti dengan “Kak Naga”. Aku juga tidak pernah melihat sosoknya di sekolah. Siswa tingkat tiga memang sudah mulai bebas dari kegiatan belajar mengajar hanya sesekali mereka datang kesekolah untuk mengurus administari yang belum terselesaikan. Sementara kudengar Naga pergi keluar kota karena harus mempersiapkan segala sesuatu untuk perkulihannya. Lira bercerita bahwa hari itu aku pingsan. Lira melihat Naga keluar dari UKS dan memanggilnya. Wajah Naga begitu ketakukan, panik, matanya pun sembab. Lira bertanya apa yang sebenarnya terjadi Naga hanya menggeleng jutru ia menanyakan persoalan isi diaryku kepada Lira. Lira menyeritakan semuanya. Lira tidak tega melihatku terus-terusan tertekan dengan perasaanku terhadap Naga.

Hari ini adalah hari perpisahan atau pelepasan tingkat tiga, aku yang kebetulan menjadi panitia penyelenggara menyibukan diri tanpa menghiraukan Naga yang sebenarnya selalu menatapku dari kejauhan. Kubalas memandangnya namun ia menghidar. Tersimpan rasa penyesalan di wajahnya namun tidak mampu berbuat apa-apa. Acara demi acara telah terlaksana giliran acara yang paling ditunggu-tunggu semua siswa segera dimulai. Pentas Seni Musik. Semua siswa yang mempunyai bakat menyanyi atau mempunyai band bersama teman-temannya mulai mempersiapkan diri untuk tampil. Aku ditugaskan untuk menjadi MCnya. Sebuah namaku persembahkan pada penampilan terakhir, aku pikir siswa perempuan yang akan tampil namun ternyata sebuah band, LYLA.

“Baiklah teman-teman ini dia penampilan terakhir dari acara pentas musik kali ini LYLA BAND….!!” Aku bersemangat bersama teman duet MC. Terkejut kumelihat sang vokalis tersebut ternyata adalah Kinyiz, Indra Perdana Sinaga.

“Lagu ini kami persembahkan khusus untuk perempuan yang sedang mencoba menghindar karena kesalahanku yang nggak pernah peka” Naga memulai penampilannya. Ia menatapku dalam-dalam. Ya Tuhan…

Takkan jera
Aku meminta mu
Tuk tetap di sini
Meski kini
Kaupun telah pergi
Dan meminta aku
Tuk melupakanmu
Tapi ku tak mampu

Aku mohon kepadamu
Kembalilah kepadaku
Karna takkan pernah ada
Yang mampu menggantikanmu

Naga menyanyikan lagu tersebut membuatku tertunduk. Aku mengalihkan perhatian nanum ia tetap menatapku. Kuatur napas yang mulai sesak. Tidak! Tidak mungkin aku menangis disini. Aku duduk diantara deretan para guru tepat didepan pelataran. Dan tanpa kusangka ia menghampiriku sambil terus bernyanyi, Naga berlutut didepanku memberikan setangkai bunga mawar putih. Bunga yang paling aku suka. Semua orang yang ada di gedung acara tersebut bersorak. Sungguh membuatku benar-benar malu. Wajahku mungkin sudah memerah.

Takkan jera
Aku meminta mu
Tuk tetap di sini
Dia bukan
Orang yang kupilih
Tuk melupakanmu

Sekali lagi…

Tak seindah bersamamu
Tak sehangat pelukanmu
Yang tak akan pernah bisa
Untuk mengganti dirimu
Takkan jera
Aku meminta mu
Tuk tetap di sini

Song: Tak Kan Ada By LYLAINDONESIA

Diakhir lagu Naga meraih tanganku ia mengisyaratkanku untuk berdiri.
“Maafin aku Feb, aku tahu aku salah, aku tahu aku tak pernah melihat cahaya itu sebenarnya ada di hati kamu, sementara aku hanya menginginkan cahaya lain yang belum tentu bisa membuatku terang. Maafkan aku Feb” Naga berlutut memohon sementara sorak sorai memeriahkannya.

“Maafin.. maafin.. maafin…”

Aku menatap kearah sebelah kananku ternyata Kharin tersenyum memanggut mengiyakan kepadaku. Kharin yang justru selama ini membuatku merasa tersaingi memintaku untuk memaafkan Naga. Kakak kelasku itu menghampiriku kemarin.

“Aku tahu apa yang terjadi, Feby. Sungguh aku benar-benar merasa bersalah padamu. Sumpah aku tak pernah mengiyakan tentang perasaan Naga saat menembakku di depan kelas waktu itu. Aku tak pernah mempunyai perasaan lebih kepadanya selain teman. Aku mohon kamu mau memaafkannya, Feb. Aku mohon iyakan permintaan dia untuk jadi kekasihmu. Karena hanya kamu yang pantas mendampinginya” Kharin menemuiku dikelas.

Kembali aku menatap Naga yang menunduk, aku membangkitkannya untuk berdiri.
“Aku sudah maafin kamu kak, tidak perlu melakukan hal yang berlebihan seperti ini” Aku merunduk malu.

“Kalau begitu masihkah cahaya itu bersinar terang di hatimu untuk membuat hatiku kembali terang?” Naga meraih tanganku menempalkan di dadanya.
Aku manggut mengiyakan. Naga berjingkrak kegirangan, membuat semua orang bertepuk tangan, sebagiannya lagi menertawakan lucu.

Entah apa yang membuat cahaya itu semakin terang serasa kami benar-benar dalam satu tempat. Aku tersadar kulihat Naga meraih tanganku.
“Terima kasih sayang, kamu sudah memperjuangkan cinta kita” Ucap Naga kemudian mengecup keningku. Aku yang terbaring lemas tersenyum melihat seorang bayi dalam dekapanku. Buah hati Feby dan Naga. Aku telah berjuang melewati koma selama beberapa hari. Setelah aku melahirkan putra pertamaku. Kupanggil dia Kinyiz kecilku. Sungguh ini perjuangan syahid seorang ibu. Aku merasa sempurna sebagai perempuan. Mempunyai buah hati yang amat mirip dengan Ayahnya. Naga laki-laki yang telah membuat hidupku begitu bahagia.

Hidupku serasa berbeda ketika kumampu memilikimu...
Mimpiku terlalu indah ketika kumelihat wajahmu sebelum kututup mataku dan setelah kubuka mataku...
Dan kini hadir Cinta Kita yang membuat hidupku benar-benar sempurna...
Sempurnalah duniaku saat kau disisiku.. :')

~ The End ~

Created By : Admin Fanfict Lyla
Facebook : Fanfict Lyla
Twitter : @FanfictLYLA

0 komentar: