“Aku
cemburu pada Sang Biru yang selalu bertemu dengan Sang Jingga setiap
senja, walau hitam pekat akan memisahkan mereka, namun sekali lagi
mereka akan bertemu seterusnya. Sedangkan aku menunggumu seperti
menunggu pelangi saat hujan.. namun hujan itu tak kunjung menderai..
bahkan menggerimispun tak pernah... bahkan sebatang pohon bisa saja
mati jika hujan tak pernah datang menyirami, apa jadinya aku hanya
seorang manusia yang menantimu entah sampai kapan kau kembali...”
Feby Rizky ~
“Kenapa
manusia takut kehilangan? Padahal dirinya sendiripun akan hilang,
maka aku biarkan semuanya berlalu perlahan, biarkan Tuhan mengatur
sekreanio-Nya meskipun aku harus menunggu...” Indra Perdana Sinaga
~
Tak
terasa Feby meneteskan air mata, perlahan ia membaca satu persatu
kutipan di akun sosmed miliknya dan Naga. Feby sulit menerka, namun
hipotesisnya adalah mungkin mereka jenuh harus saling menunggu.
Selama
lima tahun Naga dan Feby berpisah, sejak Naga memutuskan untuk
memilih melanjutkan kuliah di kota hujan Bogor selepas SMK sedangkan
Feby yang masih sekolah di SMK tak bisa berbuat apa-apa ia hanya bisa
berjanji bahwa ia akan menyusul Naga untuk kuliah di kampus yang
sama.
Namun semua janji dan mimpi yang mereka inginkan berubah haluan ketika Feby harus memilih. Menepati janjinya kuliah di kampus yang sama dengan Naga atau mengambil beasiswa yang diberikan oleh sekolahnya, kuliah di Singapura. Feby akhirnya memilih apa yang cita-citakan dari dulu tentang beasiswa tersebut.
Namun semua janji dan mimpi yang mereka inginkan berubah haluan ketika Feby harus memilih. Menepati janjinya kuliah di kampus yang sama dengan Naga atau mengambil beasiswa yang diberikan oleh sekolahnya, kuliah di Singapura. Feby akhirnya memilih apa yang cita-citakan dari dulu tentang beasiswa tersebut.
Meski
tahun pertama, tahun kedua, ketiga dan keempat mereka jalani
berhubungan jarak jauh dengan lancar, saling mengerti dan saling
menerima kondisinya masing-masing. Namun satu tahun terakhir Naga
semakin berubah, Feby juga. Kesibukan mereka masing-masing membuat
mereka membesarkan egonya. Terlebih Naga yang mulai mencari kerja dan
Feby sibuk menyelesaikan tugas terakhirnya di kampus. Bahkan pernah
satu minggu mereka tak pernah saling menghubungi, mungkin karena Naga
lelah menunggu Feby dan Feby lelah harus menjadi perempuan yang juga
hanya bisa menunggu, mereka saling menunggu satu sama lainnya.
“Kenapa,
Lo?” Tanya Irfan menghampirinya.
“Kenapa?
Emangnya ada yang salah? Pakaian gue, penampilan gue, perasaan biasa
saja” Ketus Feby.
“Iya
penampilan lo nggak ada yang salah, tapi hati lo nggak biasa kaya
gini.” Kata Irfan, Feby tetap tak mau mengakuinya.
“Gue
ini bukan pemuda pinggir jalan yang lagi godain cewek yang mukanya di
tekuk terus duduk di bangku taman sendirian, gue ini adik lo yang
tahu semua gerak-gerik termasuk apa yang ada di dalam pikiran lo. Gue
tahu sesuatu sedang terjadi dengan hubungan lo dan pacar lo itu”
Tukas Irfan.
“Jangan
sok tahu lo!”
Akhir-akhir
ini Irfan melihat Feby begitu murung, walau seringkali Feby
menyembunyikan kesedihannya. Namun Irfan bisa melihatnya.
“Coba
kalian tegaskan hubungan kalian sampai dimana, walau jarak memisahkan
kalian, jika kalian benar-benar saling mencintai pasti kalian bisa
saling mengerti” Irfan menyeruput kopi yang ada ditangannya.
“Gue
capek harus terus-terusan meminta ketegasan dari dia, Fan. Gue bukan
pengemis cinta yang terus merengek minta perhatian setiap hari”
“Lo
memang nggak ngerekek, tapi gue bisa lihat dari wajah lo kalau hati
lo ngerengek, Kak” Tukas Irfan.
“Awalnya
gue semangat ngambil beasiswa disini karena dia terus semangatin gue,
dia yang selalu nantangin buat cepat-cepat lulus dan dapatin apa yang
gue cita-citakan, supaya gue cepat pulang, tapi buktinya mana, dia
sama sekali nggak bertanggung jawab atas tantangan yang dia kasih ke
gue. Apa mungkin dia bilang gitu ke gue cuma semata-mata supaya gue
cepat lulus kuliah. Apa mungkin dia berani nembak gue dulu di depan
orang satu sekolah karena dia cuma ngehargain perasaan gue yang udah
lama suka sama dia?” Feby mulai menerka.
“Semua
opini lo itu cuma nyiksa
diri lo sendiri tanpa lo cari tahu kebenarannya” Kata Irfan.
“Lantas
gue harus ngapain? Gue harus jadi cewek korban LDR yang minta-minta
perhatian dan pembuktian kalau cowok itu masih berstatus sebagai
cowok gue? Gue nggak bisa, Fan!”
“Saran
gue, sebaiknya lo beresin tugas lo disini dan kembali pulang ke
Jakarta secepatnya!” Irfan beranjak dari duduknya dan berdiri tepat
di depan Feby. “Gue yakin lo bisa! Lo kuliah disini karena
kemampuan lo, bukan karena tantangan Naga, bukan karena siapapun!
Tapi karena diri lo sendiri! Buatlah sesuatu apapun itu karena diri
lo sendiri bukan karena orang lain yang suatu saat justru akan
membuat lo kecewa dan membuat lo lupa sama tujuan lo sebelumnya”
Yakin Irfan sambil mengusap bahu kakaknya, hal ini sudah sering
mereka lakukan, mensupport satu sama lainnya yang jelas Irfan tak
ingin membuat kakaknya bersedih. Feby hanya mengulas senyumnya.
***
“Gue
tahu lo ada masalah. Ada apa lagi?” Dennis menepuk pundak Naga
seolah tahu apa yang sedang Naga pikirkan.
“Soal
Feby lagi?” Dharma ikut bertanya sok tahu. Naga tak bergeming ia
masih saja menatap hampa.
“Coba
lo hubungin dia duluan, mungkin aja dia juga lagi nunggu lo, cewek
itu katanya cuma bisa nunggu, dia nggak bisa berbuat apa-apa
sementara cowoknya juga sama-sama menunggu” Kata Dharma meyakinkan.
“Jangan
sampai nasib lo sama kaya gue, Bro. Jangan sampai kata penyesalan
menghampiri lo di belakang” Kata Fare.
“Rasanya
itu seperti langit tak berwarna, bintang seakan tak lagi bercahaya”
Fare
berpuitis seolah menyampaikan perasaannya saat ini pasca putus dari
kekasihnya.
“Re,
gue mau tanya, coba lihat keatas, itu langit warnanya apa?” Tanya
Difin serius.
“Biru”
Jawab Fare berpikir.
“Alhamdulillah!
Gue kira lo buta warna, masa langit cerah berwarna biru dibilang
nggak berwarna” Kata Difin membuat semuanya tergelak, kecuali Naga
yang tak bergeming.
“Thanks
semuanya, gue tahu kalian peduli sama gue” Naga tersenyum tipis.
Dennis,
Fare, Dharma dan Difin adalah teman satu bandnya Naga, sudah beberapa
tahun ini mereka bersama. Siapapun yang sedang mempunyai masalah
mereka selalu ada satu sama lainnya. Hanya mereka yang membuat Naga
bisa terhibur dari segala urusan perasaannya.
Suara
dering handphone Naga tiba-tiba berbunyi,
tanpa ragu Naga langsung membuka whatsappnya.
“Kalau
lo tidak bisa membuatnya bahagia, lebih baik lo menyerah daripada lo
semakin membuatnya terluka. I was the first person who will act
decisively! bear in mind!”
“Siapa
tuh? Kok kaya ancaman gitu?” Tukas Dennis
yang tidak sengaja melihat messagenya.
“Nggak
tahu, haters mungkin” Naga berusaha tak mempedulikannya namun
hatinya mulai tak tenang.
“Apa
maksudnya, siapa dia, Ini kan nomor area Singapura?”
Naga langsung mentouch tombol call dan mencoba menghubungi nomor
tersebut, namun nihil panggilannya sibuk. Naga mencoba mencari tahu
dengan menghubungi Feby secara langsung mungkin nomor tersebut adalah
teman Feby di Singapura,
namun ternyata jawabannya sama, nomornya sama-sama sibuk. Ada rasa
geram dan gelisah
terlihat dari wajahnya.
“Kenapa
lo?” Tanya Fare
melihat paras wajah Naga yang tiba-tiba berubah.
“Nggak
kok, gue cabut dulu yah” Naga ngulas senyumnya, pamit dan beranjak
dari tempat duduknya membuat Dennis, Dharma, Fare dan Difini saling
bertatap heran.
***
“Jingga
kini berganti menjadi pekat, Awan hitam telah tiba
Hanya
ada satu titik cahaya, Namun sungguh cahaya itu tak mampu
Membuatku
berpandang
Andai
aku mampu berlari mengejarnya, Kan kugenggam tanpa kulepas kembali
dan
kembali, kenyataan membuatku tak mampu meraih
Engkau
bagaikan bintang dan aku hanya angin malam yang bimbang
Merenung
ingin meraihmu
Semakin
kutelak, Semakin kau hilang
Aku
merindukanmu
Haruskah
kita terdiam sampai kita benar-benar
Kehabisan
Waktu untuk bisa bersatu” ~ Feby Rizky
Malam
semakin larut namun pantulan sinar bulan dan bintang membuat langit
begitu berbinar semakin pekat dengan suara-suara binatang malam yang
terdengar begitu misteri, terkesan penuh drama dan cerita di
dalamnya. Naga masih bertahan di tempat ini walau jam di tangannya
sudah menunjukan tengah malam. Gitar dipetik tak karuan, hatinya ikut
bernyanyi tanpa arah, mungkin lagu yang tak jelas juga. Naga mencoba
memetik gitarnya sekali lagi. Kenapa tak ada kata dan nada yang
begitu pas. Hatinya benar-benar kalut.
Sudah
seharian Naga mencoba mencari kabar tentang Feby yang sudah seminggu
ini tak bisa dihubungi, BBMnya off, Whatsappnya pun hanya satu
centang, status terakhirnya “Hope
we'll not meet with a regret that made us fall in it”, kicaunya
di sosmed
membuat
Naga mulai menerka, menerka mungkin dan mungkin, hanya kata-kata
tersebut yang ada di dalam pikirannya, rasa curiga mulai
menghantuinya.
Tak
lama kemudian, ia mendapat pesan “Gue
akan buat dia tersenyum lagi...”
nomor yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Naga semakin gusar,
apa yang harus ia lakukan.
“Wanitaku
masihkah disana kata rindu tersisa untukku, bila ada takkan kudengar
kata mereka, untukmu seluruh rasa ini...”
***
Dulu
kita pernah
Merancang
mimpi tuk bersama
Pertaruhkan
pikiran, waktu, tenaga
Dan
segalanya
Langit
tak berwarna
Bintang
seakan tak lagi bercahaya
Hujan
tak mendinginkan
Saat
kau katakan
Saat
kau jelaskan
Kamu
katakan
kita
kehabisan waktu
Lanjutkan
sajalah hidupmu
Tanpa
aku
Dan
kamu katakan
Jalan
kita tak menyatu
Kuatkanlah
hatimu
Lalu
kukatakan Kuatkanlah Hatimu...
Hari
ini entah apa yang ada dipikiran Naga, hampir seharian ini ia tidak
fokus mengikuti latihan band di studio. Dennis, Fare, Dharma dan
Difin cukup mengerti apa yang sedang terjadi dengan Naga, mereka
menyuruh Naga untuk pulang.
“Mending
lo pergi ke tempat dimana lo bisa temuin Feby” kata Dennis. Naga
sempat tergelak, kemudian ia tahu harus pergi kemana.
Naga
sampai ditempat yang tidak asing baginya, instingnya mengatakan ada
banyak hal yang terjadi ditempat ini.
Seketika
Naga... “Feby”
gumamnya lalu menghampiri dua orang yang sedang berjalan berdampingan
itu.
“Oh..
jadi ini alasan kamu susah dihubungi?” Feby terhenyak, baru ia
bertemu dengan Naga tetapi langsung dituduh.
“Naga?”
tanya Feby sebenarnya ia ingin sekali memeluk tubuh kokoh itu, “Kamu
kenapa, Kak?”
“Kamu
tanya aku kenapa? hahaha, aku sudah menebak kalau ada orang ketiga
diantara kita. Iya kan? dan pasti lo orangnya! Pasti lo yang beberapa
hari ini neror gue?!”
“Kalau
emang iya kenapa, bro? Santai lah, lagian apa yang gue bilang di WA
emang bener kan?” kata laki-laki itu santai, badannya lebih besar
daripada Naga, pantas saja kalau dia sama sekali tidak takut.
“
Lo....”
“Stop
kak, aku kira dengan kesabaran aku nunggu kamu selama ini akan
berbuah manis, tapi apa? Begitu kita ketemu kamu malah menuduh aku
punya orang ketiga, dan yang lebih parah lagi kamu nuduh adik aku
sebagai orang ketiga diantara kita. Maksudnnya apa, hah??!”
“Dan
kamu Fan, apa yang udah kamu lakukan? kamu bilang apa ke Naga? Kamu
ngancam dia?”
“Tanyakan
saja sama dia, gue balik duluan ya Kak, ada janji” kata Irfan
“Oh
iya,
selesaikan masalah kalian atau... atau ancaman gue akan jadi
kenyataan!” Irfan memberi peringatan terakhir pada Naga sebelum ia
pergi.
“Jadi
dia?”
“Dia
Irfan, adikku”
“Kenapa
kamu nggak pernah cerita kalau kamu punya adik laki-laki?”
“Bahkan
kamu tidak tahu kalau aku punya saudara kandung? kita pacaran hampir
lima tahun kak!”
“Kenapa
kamu harus mengalihkan semua kesalahan itu seolah berada padaku.
Seharusnya kamu bertanya pada diri kamu sendiri. Bahkan kamu sendiri
yang tidak pernah peka, hari ini saja kamu tidak mengingatnya. Satu
tahun yang lalu kita pernah berjanji untuk bertemu di tempat yang
pernah kita bicarakan, kamu nggak ingatkan?” Kata Feby mengalihkan
pembicaraan
“Kita
pernah berjanji untuk bertemu di tempat ini, hari ini, jika aku mampu
menyelesaikan semua tantanganmu, Kak. Aku berhasil menyelesaikan
studyku tepat yang aku janjikan. Tapi sepertinya semua pengorbananku
hanya sia-sia saja. Bahkan mungkin kamu sendiri lupa kalau kita
pernah berjanji bertemu disini”.
“Maafkan
aku, By. Aku salah selama ini sudah menerka-nerka sementara aku tak
pernah tahu kenyataannya seperti apa”
“Aku
selalu memberikan kesempatan kepadamu, memberikan kepercayaanku, Kak.
Tapi coba kamu lihat kesalahan kamu sejak dulu hanya itu, Kak”
“Dalam
suatu hubungan itu harus dilandasi dua hal, kejujuran dan
kepercayaan. Harusnya kamu tahu apa yang membuat lidahku kelu untuk
berbicara lagi soal K-I-T-A selama ini! Harusnya kamu tahu kenapa
selama ini aku diam..” Feby menyeka bulir-bulir kepedihan yang
muncul di kelopak matanya.
“Maafin
aku, beri aku kesempatan sekali lagi, By” Naga terus memohon.
“Waktu
kamu sudah habis, Kak. Kamu sudah kehabisan waktu untuk kembali
mendapatkan kepercayaanku terhadap seberapa besar perasaan kamu
selama ini.”
Naga
terdiam, seolah ia memang bersalah dan Feby telah memukulkan palu
atas kesalahannya.
“Meskipun
kamu mengatakan kita kehabisan waktu..”
“...kita
memang kehabisan waktu, kehabisan waktu sebagai aku dan kamu,
kehabisan waktu menerka takdir, kenapa kita tidak memulai waktu yang
baru, menjadikan aku dan kamu dalam suatu ikatan suci menjadi kita”
Naga menghela napas, rangkaian katanya telah habis, ia ingin segera
mengatakan hal yang sudah lama ia tunda untuk diungkapkan kepada
Feby. Harusnya Naga mengatakannya tadi pagi di taman, Naga sudah
mempersiapkan segalanya, kedua cincin sudah ia pegang untuk kembali
merebut hati Feby, memiliki seutuhnya. Namun terkaan membuatnya
menyerah ketika Feby justru sedang berduaan dengan laki-laki asing
menurutnya.
Feby
hanya merunduk, menerka setiap kata yang terucap oleh laki-laki yang
sudah lama ia cintai.
“Aku
ingin kita memulai waktu baru, aku ingin kamu menikah denganku,
By...” Naga berlutut di hadapan Feby sambil mengeluarkan sebuah
kotak kaca berbentuk hati.
Feby
kembali menerka ini seperti dejavu lima tahun yang lalu, saat Naga
berlutut di depannya, di hadapan seisi sekolah yang kala itu sedang
ada acara perpisahan tingkat tiga.
“Maafin
aku By, aku tahu aku salah, aku tahu aku tak pernah melihat cahaya
itu sebenarnya ada di hati kamu, sementara aku hanya menginginkan
cahaya lain yang belum tentu bisa membuatku terang. Maafkan aku By”
Naga berlutut memohon sementara sorak sorai memeriahkannya.
“Aku
sudah maafin kamu kak, tidak perlu melakukan hal yang berlebihan
seperti ini” Feby merunduk malu.
“Kalau
begitu masihkah cahaya itu bersinar terang di hatimu untuk membuat
hatiku kembali terang?” Naga meraih tangan Feby menempalkan di
dadanya.
Feby
manggut mengiyakan. Naga berjingkrak kegirangan, membuat semua orang
bertepuk tangan, sebagiannya lagi menertawakan lucu.
Feby
masih terdiam. Dulu Naga meminta maaf atas ketidakpekaannya waktu
itu, sekarang kembali Naga memohon kepadanya atas ketidakpekaannya
pula, bagaimana Feby bisa memaafkan kesalahanan yang selalu berulang.
“Berhenti
membuatku selalu menangisimu, aku tak ingin kembali menerka, aku
hanya ingin kamu bisa bersikap dewasa, dulu kamu pernah memohon dan
sekarang kamu memohon dengan kesalahan yang sama, haruskah aku
kembali percaya?” Feby menggigit bibirnya seharusnya ia tak
mengatakannya. Antara hatinya terluka dan ia tak ingin membuat luka
yang sama di hati Naga. Feby masih saja memikirkan perasaan Naga,
dari dulu. Dari dulu Feby hanya memikirkan perasaan orang lain tanpa
mendahulukan perasaannya.
“Baiklah..
aku tidak akan kembali memohon kepadamu, bahkan memegang erat
tanganmu, aku hanya akan memohon kepada kedua orang tuamu dan aku
hanya akan memegang erat janjiku sambil memegang erta tangan Ayahmu,
mengatakan sumpahku. Aku ingin menebus semua kesalahanku, aku ingin
kita memulainya, memulai kembali, aku ingin kamu menjadi istriku agar
aku bisa mencintaimu seutuhnya...”
***
Sejak
kejadian dua bulan yang lalu Naga membuktikan ucapannya. Naga ke
rumah Feby untuk kembali memohon, bersama keluarga besarnya Naga
memohon kepada kedua orang tua Feby untuk menikahi Feby. Hati Feby
berkecamuk sejak dua bulan terakhir hingga akhirnya Feby mutuskan
keputusannya sendiri. Perempuan mana yang tak luluh hatinya ketika
seorang laki-laki menebus kesahalannya dengan mendatangi kedua orang
tua perempuan yang sangat ia sayangi itu dengan selarik janji dalam
kesucian cinta.
“Waktu
kita memang habis, kita Kehabisan Waktu sebagai Aku dan Kamu yang
saling menerka, aku dan kamu itu harus menjadi Kita agar waktu yang
kita habiskan menjadi sejarah yang nyata” Feby menatap Naga dengan
penuh binar. Kini Naga tak akan lagi nggak peka melihat cahaya itu,
karena cahaya itu sepenuhnya menjadi miliknya yang selalu terpancar
di hati Feby.
“Selamat
ulang tahun, sayang. Kamu akan tetap menjadi Kinyizku sampai kapanpun
karena cinta itu tidak akan pernah berubah sejak aku mengenalmu
sebagai Kinyiz sampai ada Kinyiz kecil diantara kita, sampai
kapanpun....”
Waktu
pernah membuat kita terjatuh, saat kita berhasil dikuasainya, namun
waktu juga dapat membuat kita berada diatas saat kita mampu
menguasainya. Waktu dapat kita kendalikan selama kita mampu. BUKAN!
Tapi selama kita MAU. Jangan pernah katakan kita KEHABISAN WAKTU
selama kita masih bisa menghela napas. Tidak ada waktu yang akan
habis jika kita bisa memperpanjang ceritanya, membuatnya menjadi
suatu season baru karena suatu ending bukan berati akhir dari
segalanya, tapi gerbang menuju suatu cerita yang baru. Waktu.. semoga
bisa membuat kita merasa saling memiliki satu sama lainnya.

0 komentar:
Post a Comment