Malam itu suasana sangat ramai, semua orang terlihat begitu bahagia, akupun turut merasakannya. Merasakan begitu banyak rasa. Bahagia melihat akhirnya sahabat terbaikku menjadi perempuan yang sempurna. Sebelum nantinya insya Allah menjadi wanita yang sempurna. Aamiin. Terus kulantunkan doa sambil tersenyum menatapnya dari kejauhan. Haru kurasakan ketika menyaksikan bagaimana perjalanan hidupnya yang penuh dengan lika dan liku. Dari perempuan biasa yang tak mengerti apa-apa tentang kehidupan duniawi hingga menjadi perempuan 'nakal', sudut bibir kuangkat kala mengingatnya. Saat ini, luar biasa, subhanallah Allah telah memberikannya hidayah melalui laki-laki yang berada di sampingnya. Telah memberikan Ahyanti kehidupan yang baru, aku biasa memanggilnya Aya, dia teman, sahabat, saudara bahkan adik terbaik yang pernah aku milliki. Kami bersama sejak masih memperebutkan boneka barbie yang membuat kepala dan badannya terpisah, saling mencibir tentang nilai yang kami dapatkan di sekolah, hingga saat ini kusaksikan pula kehidupan barunya. Ternyata rasa ego juga membuatku harus bersedih malam ini. kuulas senyumku. Hari ini terakhir aku menjadi kakakmu yang penuh dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi, yang penuh omelan saat kamu mencoba melakukan sesuatu yang tak pantas, menjadi saksi kesakitan saat semua kekasihmu ternyata tidak ada satupun yang setia. Cukup wajar untuk perempuan sepertimu, yang melewati masa remajanya dengan memiliki pacar lebih dari dua bahkan lima. 'Lihat nanti karma masih berlaku, Ya' selalu aku lemparkan kata-kata itu untuk membuatmu jera. Tapi ternyata adikku memang terlalu keras kepala dan masih belum bisa dewasa. Aku hanya memeluk dan mengusap punggungmu ketika perkataanku menjadi kenyataan yang membuatmu menangis semalamam. Sungguh aku selalu tersenyum geli mengingat semua tingkah lakumu itu. Ah sudahlah! Perasaan ini hanya akan merusak kebahagiaan semua orang.
“Li.. ngapain lu disitu, sini!” Perempuan dengan gaun yang menjuntai penuh keanggunan itu melambaikan tangannya kepadaku. Aku menghampirinya.
“Dari tadi gue cariin ternyata disana” peluk manjanya memang tak pernah berubah.
“Gue cari makanan”
“Ngapain cari makanan, Li. Mendingan cari calon suami.” Aya tergelak